Pendidikan Indonesia 'Museum sebagai Contact Zone'
Jakarta, Kemdikbud --- Saat ini, perkembangan peran museum tidak hanya sebagai tempat menyimpan artefak tetapi juga tempat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kebudayaan. Melalui peran tersebut, setidaknya ada dua hal yang dapat dipelajari dari sudut pandang komunikasi antar budaya. Pertama adalah bahwa artefak itu sendiri merefleksikan kontak budaya di Indonesia.
"Koleksi-koleksi museum berasal dari seluruh Indonesia. Jelas itu adalah bentuk refleksi kontak budaya dengan beragam cerita latar belakang koleksi yang ada," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, saat membuka Ceramah Ilmiah Komunikasi Antar Budaya "Contact Zone" Memahami Interaksi Individu dengan Budaya Lain melalui Museum Nasional, di Jakarta pada Rabu (20/08/2014).
Kedua, dari segi pengunjung museum yang beragam, baik dari dalam dan luar negeri. Mereka dapat berinteraksi dan saling bertukar pikiran antar budaya sehingga museum berperan juga sebagai contact zone dalam memahami kebudayaan yang berbeda.
Selain itu, Kacung pada setiap kesempatan juga selalu menggaungkan bahwa museum adalah rumah budaya dimana pengunjung dapat melakukan aktivitas-aktivitas kebudayaan. Sebagai rumah budaya, museum harus melakukan inovasi-inovasi dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, seperti menyediakan fasilitas teater atau ruang komunitas sehingga pengunjung mendapat tempat menyajikan berbagai penampilan seni.
Bahkan di museum juga sebaiknya disediakan akses internet gratis, cafè, termasuk tempat belanja barang-barang yang berkaitan dengan museum. Kacung berharap melalui upaya tersebut dapat menarik sebanyak mungkin pengunjung sehingga museum benar-benar menjadi contact zone kebudayaan. "Kita berharap pengunjung nyaman berlama-lama di museum, melakukan kegiatan budaya, tempat tujuan wisata, termasuk menjadi tempat yang nyaman untuk meeting," katanya.
Sementara itu, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1993-1998), Wardiman Djojonegoro, dalam paparannya memberikan gagasannya agar museum juga aktif membangun kemitraan dengan komunitas-komunitas pendidikan, masyarakat, dan peneliti sejarah. Ia berharap museum sebagai contact zone interaksi budaya mampu memikat pengunjung untuk lebih mengapresiasi sejarah bangsa, memperdalam identitas komunitas, dan mampu memberi bahan dan rujukan untuk pengembangan keahlian dan kepercayaan diri berbagai komunitas. (Arifah)
"Koleksi-koleksi museum berasal dari seluruh Indonesia. Jelas itu adalah bentuk refleksi kontak budaya dengan beragam cerita latar belakang koleksi yang ada," ujar Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kacung Marijan, saat membuka Ceramah Ilmiah Komunikasi Antar Budaya "Contact Zone" Memahami Interaksi Individu dengan Budaya Lain melalui Museum Nasional, di Jakarta pada Rabu (20/08/2014).
Kedua, dari segi pengunjung museum yang beragam, baik dari dalam dan luar negeri. Mereka dapat berinteraksi dan saling bertukar pikiran antar budaya sehingga museum berperan juga sebagai contact zone dalam memahami kebudayaan yang berbeda.
Selain itu, Kacung pada setiap kesempatan juga selalu menggaungkan bahwa museum adalah rumah budaya dimana pengunjung dapat melakukan aktivitas-aktivitas kebudayaan. Sebagai rumah budaya, museum harus melakukan inovasi-inovasi dalam memberikan pelayanan kepada pengunjung, seperti menyediakan fasilitas teater atau ruang komunitas sehingga pengunjung mendapat tempat menyajikan berbagai penampilan seni.
Bahkan di museum juga sebaiknya disediakan akses internet gratis, cafè, termasuk tempat belanja barang-barang yang berkaitan dengan museum. Kacung berharap melalui upaya tersebut dapat menarik sebanyak mungkin pengunjung sehingga museum benar-benar menjadi contact zone kebudayaan. "Kita berharap pengunjung nyaman berlama-lama di museum, melakukan kegiatan budaya, tempat tujuan wisata, termasuk menjadi tempat yang nyaman untuk meeting," katanya.
Sementara itu, Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1993-1998), Wardiman Djojonegoro, dalam paparannya memberikan gagasannya agar museum juga aktif membangun kemitraan dengan komunitas-komunitas pendidikan, masyarakat, dan peneliti sejarah. Ia berharap museum sebagai contact zone interaksi budaya mampu memikat pengunjung untuk lebih mengapresiasi sejarah bangsa, memperdalam identitas komunitas, dan mampu memberi bahan dan rujukan untuk pengembangan keahlian dan kepercayaan diri berbagai komunitas. (Arifah)
No Comment to " Pendidikan Indonesia 'Museum sebagai Contact Zone' "